Dalam fikih Thaharah, salah satu Jenis Air yang Dapat Digunakan Bersuci itu menjadi syarat penting dalam bersuci atau menghilangkan najis adalah menggunakan media air yang suci dan mensucikan. Air jenis ini yang sering disebut dengan istilah air mutlak atau air murni. Air mutlak adalah setiap air yang tidak berubah dari sifat asalnya atau sifat asli penciptaannya.[1]
Sehingga, apabila sebuah air telah berubah dari sifat asli penciptaannya—baik dari segi warna, rasa, maupun bau—maka secara otomatis akan merubah sifat kemutlakannya. Dampaknya, perubahan status kemutlakan air juga berpengaruh pada perubahan hukum menggunakannya sebagai media bersuci.
Namun dalam beberapa keadaan tertentu, perubahan-perubahan yang terjadi tidak merubah status kemutlakan air. Misalkan air yang berubah karena tercampur dengan lumpur, belerang, lumut, atau zat-zat lain yang keberadaannya sulit terhindar dari air. Sebagaimana penjelasan Syekh Nawawi Banten dalam kitabnya yang berjudul Nihayah az-Zain:
مَاءُ مُطْلَقٍ وَلَوْ مَظْنُوْنًا وَهُوَ مَا يَصِحُّ أَنْ يُطْلَقَ عَلَيْهِ اسْمُ الْمَاءِ بِلَا قَيّدٍ فَشَمِلَ المَاءَ الْمُتَغَيِّرَ كَثِيْرًا بِمَا لَا يَسْتَغْنِى الْمَاءُ عَنْهُ كَطِيْنٍ وَطُحْلَبٍ وَهُوَ شَيْءٌ أَخْضَرَ يَعْلُو عَلَى وَجْهِ الْمَاءِ مِنْ طُوْلِ الْمكْثِ وَلَا فَرْقَ بَيْنَ أَنْ يَكُوْنَ فِي مَقَرِّ الْمَاءِ وَمَمَرِّهِ أَوْلَا وَالْمُتَغَيِّرُ بِمَا فِي مَوْضِعِ قَرَارِهِ وَمُرُوْرِهِ فَهُوَ مُطْلَقٌ يَصِحُّ التَّطْهِيرُ بِهِ وَلَو كَانَ التَّغَيُّر كَثِيْرًا لِعَدَمِ اسْتِغْنَائِهِ عَنْهُ
“Air mutlak meskipun dilihat dari sisi persangkaan adalah setiap air yang patut disematkan nama air murni kepadanya. Jadi, air mutlak juga mencakup air yang telah terpengaruh oleh sesuatu yang sulit dihindari, seperti lumpur atau lumut, yang merupakan benda hijau yang terlihat di permukaan air yang telah lama tergenang. Dalam hal ini, tidak ada perbedaan antara perubahan air di tempat menggenang atau mengalir.. Begitu juga air yang berubah karena tercampur benda yang berada di tempat aliran atau genangan air tetap dinamakan air mutlak sehingga masih diperbolehkan bersuci dengannya meskipun perubahannya cukup banyak. Hal ini dikarenakan air sulit untuk menghindari hal-hal tersebut.”[2]
Adapun air yang tidak boleh digunakan untuk bersuci adalah air najis dan air musta’mal (Air sedikit, kurang dari 216 liter, yang telah digunakan untuk bersuci atau menghilangkan najis).
Itulah sedikit penjelasan tentang jenis air yang dapat digunakan untuk bersuci.
WaAllahu a’lam